Selasa, 18 September 2012

Jujur-Jujur tentang Jakarta


hari ini Subuh, tepatnya pukul 04.30, beberapa jam sebelum acara puncak perayaan pemilihan gubernur. waktu terpaksa dimundurkan kembali, tepatnya tadi malam pukul 01.30, kelucuan terjadi di depan mata. kecurangan lucu tentang pakaian dan kertas-kertas formulir. rupanya uang mengalir deras memanfaatkan mental manusia di Kota ini.

selatan Jakarta, sering dikenal sebagai pusat dari sisa kesejukan dan ketenangan kota. secara keseluruhan rupanya pemilihan kali ini berkaca dari kinerja dari yang menjabat sebelumnya/ yang masih menjalani dan saat ini memiliki keinginan/kebutuhan/kepentingan untuk meneruskan kinerjanya. tidak bisa juga dikatakan bahwa kinerja dia jelek atau gagal atau lebih parah lagi, "dia emang udeh ngapain aje?", kalau dalam logat Betawi. Buktinya sampai saat ini pengangguran masih bisa mengais penghasilan. secara kasar dapat dikatakan, "masih mendapat gaji" meski dengan jalan yang tidak terlihat alias gelap, itu cuma masalah keinginan dan keberanian

2012, 11 Juli, tepat di hari Rabu. membandingkan mungkin menjadi salah satu usaha paling mudah untuk memandang sesuatu yang terlihat. satu dari sekian banyak kata bernama Narkotika, satu kata itulah yang semenjak sekitar tahun 1997 pertama kali dilihat dan begitu jujur. saat itu aku cuma anak kelas 4 Sekolah Dasar yang masih menangis meminta waktu diulang kembali, hanya perihal masalah ketinggalan menyaksikan film kartun berseri di stasiun televisi kesayangan.

suatu pemandangan yang bila sudah terbiasa dan sudah menjadi keseharian akan menjadi kewajaran. sama saja bila kita kaget ketika sudah lama sekali tidak menyaksikan pantai, takjub akan keindahannya, takjud akan suasananya, namun semuanya akan terasa biasa saja bila pemandangan indah tersebut menjadi keseharian dalam waktu yang cukup lama. sudah bosan namun membuat suatu ingatan menjadi sejenis candu yang memanfaatkan rindu sebagai nostalgia. tidak perlu merinci pemandangan tersebut seperti apa. seperti ramalan, pemandangan tersebut turun-menurun layaknya tradisi dari generasi ke generasi.

Jakarta, 10 Juli 2012, hari pemilihan Gubernur Jakarta, salah satu sosok penting pion negara. tidak ada yang berubah dari kota ini, setidaknya itu baru dilihat dari salah satu pemandangan atau bisa juga disebut sudut pandang. Kota ini tetap buram, kadang bersephia-maya, penuh warna cahaya, keramaian, kericuhan, bentrokan, dan penuh keceriaan. diri diusahakan menikmati tempo di kota ini, dengan atau tanpa bantuan apapun. ritme bermain kadang tidak menentu. seolah random ia mempertaruhkan dirinya. semua tersedia di sini. salah satu tempat tujuan berlabuh kapal Hindia Belanda ketika dia bernama Batavia. Pusat perdagangan, pusat pemasaran, pusat distribusi barang, pusat lahirnya periklanan, dan datangnya barang. pusat lebih dekat dengan kebatinan bila paham ketimuran tersebut diselami atau mudahnya bila berkata, "sudah tidak ada yang tabu di tempat ini".

tulisan ini belum waktunya selesai, Jakarta untuk sementara  tidak punya pemimpin selama proses pemilihan ini. kampanye akan terus berjalan hingga ada satu kandidat yang terpilih, imbuhan ter- yang bermakna ketidaksengajaan, atau sampai ada satu kandidat yang dipilih, awalan di- yang berbau pasif dan begitu abstak. tidak perlu diulang lagi, semua sudah sama-sama tahu, bahwa slogan sudah lama mati. semoga dia tidak benar-benar mati untuk membenahi kota ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar