Selasa, 18 September 2012

Papua Merdeka


Aku ingat kapan aku dilahirkan, ketika itu umurku baru satu detik. pada detik kedua kelahiranku aku sudah lupa lagi semuanya.....

......pada detik ketiga, aku menangis. pada detik keempat semakin keras. pada detik kelima diam. detik keenam tidur. lalu bangun 24 tahun kemudian.....

Jakarta, 6 Juli 2012

Tiba-tiba bangun tidur ingat Papua, tepatnya karena mendengarkan sebuah lagu. Setiap hari yang selalu sama adalah suara Adzan yang selalu 5 kali berbunyi. Matahari Timur, tempat lahirnya Matahari, di suatu ufuk yang jauh, timur yang jauh.

Tidak perlu membahas mengenai dosa dan pahala, semuanya menjadi munafik! cukup pandanglah Jakarta, lihat dia dengan baik-baik dan penuh dengan kasih sayang. Kalau ada air mata yang keluar itu sudahlah sangat wajar.

Bertepi dan menepi, hikayat sebuah perahu. Terlalu sayang kepada lautan kadang mengeluarkan sisi merasa bersalah di dalam diri, entah mengapa? Ingin rasa bertanya kepada Tuhan, ketika itu Sore hari, warna kuning menjadi  suatu bahasa, bahasa Sore kepada Malam, bahasa Malam kepada Pagi, bahasa Pagi kepada Sore.

Waktu juga makhluk hidup, tapi dia bukan yang menguasi semua kehidupan. setiap wujud adalah ciptaan, setiap yang tidak berwujudpun adalah hasil ciptaan. Kembali lihat Jakarta, semua orang ingin terlihat. ketika semua orang saling melihat mereka saling membutakan dirinya sendiri. *Hipereksistensi

Lihatlah gerak ucapan mereka, tidak perlu didengar apa isinya, cuma menambah rasa lucu. Ibukota harusnya menjadi Ibu, bukan suatu tanah yang dikorbankan. Bukan suatu tempat yang selalu disorot untuk disalahkan. Ibukota adalah pusat, dijadikan pusat segala pusat, dari mulai kebejatan, keindahan, kejahatan, dan kemanusiaan.

Tidak akan pernah bisa membahagiakan semua, membagi serata mungkin semua yang sudah diterima kepada sesama. Selalu ada yang dikorbankan, bukan bermakna negatif tapi bermakna positif: mengorbankan diri. Kota Jakarta mengorbankan dirinya untuk menjadi yang paling. Paling kotor, paling sumpek, paling jorok, paling penuh, paling banyak, paling rusak, paling indah, paling cantik, paling rindu, dari segala yang terlihat dari segala yang tidak terlihat.

Ini tulisan lama tentang rasa haru, sudah terlalu banyak literatur haru di semua media. Seolah kesedihan adalah produk yang harus dipublikasikan. Rasa haru mungkin bagian dari rahasia yang tidak perlu diketahui semua. Bukan berarti kebebasan, bebas segalanya. Sudahlah, aku seharusnya lebih ingat kepada Papua, karena Papua mungkin suatu saat Indonesia akan sadar dan tidak salah pengertian. Tidak salah pemahaman lagi.

Jujur-Jujur tentang Jakarta


hari ini Subuh, tepatnya pukul 04.30, beberapa jam sebelum acara puncak perayaan pemilihan gubernur. waktu terpaksa dimundurkan kembali, tepatnya tadi malam pukul 01.30, kelucuan terjadi di depan mata. kecurangan lucu tentang pakaian dan kertas-kertas formulir. rupanya uang mengalir deras memanfaatkan mental manusia di Kota ini.

selatan Jakarta, sering dikenal sebagai pusat dari sisa kesejukan dan ketenangan kota. secara keseluruhan rupanya pemilihan kali ini berkaca dari kinerja dari yang menjabat sebelumnya/ yang masih menjalani dan saat ini memiliki keinginan/kebutuhan/kepentingan untuk meneruskan kinerjanya. tidak bisa juga dikatakan bahwa kinerja dia jelek atau gagal atau lebih parah lagi, "dia emang udeh ngapain aje?", kalau dalam logat Betawi. Buktinya sampai saat ini pengangguran masih bisa mengais penghasilan. secara kasar dapat dikatakan, "masih mendapat gaji" meski dengan jalan yang tidak terlihat alias gelap, itu cuma masalah keinginan dan keberanian

2012, 11 Juli, tepat di hari Rabu. membandingkan mungkin menjadi salah satu usaha paling mudah untuk memandang sesuatu yang terlihat. satu dari sekian banyak kata bernama Narkotika, satu kata itulah yang semenjak sekitar tahun 1997 pertama kali dilihat dan begitu jujur. saat itu aku cuma anak kelas 4 Sekolah Dasar yang masih menangis meminta waktu diulang kembali, hanya perihal masalah ketinggalan menyaksikan film kartun berseri di stasiun televisi kesayangan.

suatu pemandangan yang bila sudah terbiasa dan sudah menjadi keseharian akan menjadi kewajaran. sama saja bila kita kaget ketika sudah lama sekali tidak menyaksikan pantai, takjub akan keindahannya, takjud akan suasananya, namun semuanya akan terasa biasa saja bila pemandangan indah tersebut menjadi keseharian dalam waktu yang cukup lama. sudah bosan namun membuat suatu ingatan menjadi sejenis candu yang memanfaatkan rindu sebagai nostalgia. tidak perlu merinci pemandangan tersebut seperti apa. seperti ramalan, pemandangan tersebut turun-menurun layaknya tradisi dari generasi ke generasi.

Jakarta, 10 Juli 2012, hari pemilihan Gubernur Jakarta, salah satu sosok penting pion negara. tidak ada yang berubah dari kota ini, setidaknya itu baru dilihat dari salah satu pemandangan atau bisa juga disebut sudut pandang. Kota ini tetap buram, kadang bersephia-maya, penuh warna cahaya, keramaian, kericuhan, bentrokan, dan penuh keceriaan. diri diusahakan menikmati tempo di kota ini, dengan atau tanpa bantuan apapun. ritme bermain kadang tidak menentu. seolah random ia mempertaruhkan dirinya. semua tersedia di sini. salah satu tempat tujuan berlabuh kapal Hindia Belanda ketika dia bernama Batavia. Pusat perdagangan, pusat pemasaran, pusat distribusi barang, pusat lahirnya periklanan, dan datangnya barang. pusat lebih dekat dengan kebatinan bila paham ketimuran tersebut diselami atau mudahnya bila berkata, "sudah tidak ada yang tabu di tempat ini".

tulisan ini belum waktunya selesai, Jakarta untuk sementara  tidak punya pemimpin selama proses pemilihan ini. kampanye akan terus berjalan hingga ada satu kandidat yang terpilih, imbuhan ter- yang bermakna ketidaksengajaan, atau sampai ada satu kandidat yang dipilih, awalan di- yang berbau pasif dan begitu abstak. tidak perlu diulang lagi, semua sudah sama-sama tahu, bahwa slogan sudah lama mati. semoga dia tidak benar-benar mati untuk membenahi kota ini.

Naya (Short Movie)


Film aku dan teman-teman yang lucu di Literature Optical Cinema

Di Bangku Taman (Short Movie)


Film Pendek aku dan teman-temanku yang asik di Imageranium...





Senin, 17 September 2012

Umur terisi 1/4

...........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Kejadiannya seperti apa?"

Sebenarnya tidak baik untuk...


Sudahlah, bulan depan sudah Oktober. Umur terisi 1/4 andai penuh itu bisa dibulatkan dengan 100. "Apakah benar ikan tidak pernah tidur?", tidak terpikirkan lagi akhir-akhir ini. Selalu terlintas tentang pohon, lagi-lagi pohon yang melintas, "Kenapa harus pohon?". Pohon, seandainya kamu benar-benar ada, berjalanlah, dekati, kenali, kalau memang kamu bisa berkata atau bernyanyi, kenapa tidak kamu lakukan.


"Apakah mungkin suatu saat kita sudah tidak bisa tertawa lagi?". Ini bukan dongeng, tapi ini bagian dari dongeng. Lebih besar dan banyak cerita tentang, tentang cerita yang tidak mungkin dan tidak akan mampu diingat, andai umur bisa dikalikan dua, setengah untuk cerita setengah untuk perjalanan itu sendiri.




Temanku yang bernama Kucing berkata, "Usap dan elus aku, aku dekati jemarimu, manjakan aku", sayangnya Kucing juga tidak bisa berbicara, bahkan sulit untuk membedakan raut senyum atau sedih pada wajahnya. "Wajah Kucing?.............."

"Lalu setiap detik menjadi lalai?", atau terlalu percaya kalau semua manusia merasakan cinta yang sama yang satu yang tidak mengharapkan apa-apa dibaliknya.

"Manusia cuma bagian kecil dari semesta yang memiliki semua rasa dan warna?", atau manusia sudah memisahkan diri di dalam kamar tatasurya yang menyendiri dari semesta. Pohon seandainya kamu benar-benar ada. Berjalanlah semuti dunia dengan hijau, senyum tanpa prasangka mungkin masih ada. Tidak memikirkan tentang apapun, tidak memiliki kepala tapi memiliki banyak daun. Bernyanyilah ruas rantingmu, tidak harus menyentuh bila sudah merasa sangat dekat, mungkin suatu saat kamu menjadi bagian dari semua, semua bagian dari kamu.



"Memangnya ada yang tahu, kalau tidak terlihat itu harus tidak mempunyai mata?", sudah lama tidak membayangkan tentang Ikan, yang tidak pernah tidur dan juga tidak bisa berbicara, yang bernafas di dalam air, dan tidak memiliki kaki. 

"Luka juga bagian dari tertawa, kadang tertawa juga bagian luka, tertawa ketika terjatuh atau menjatuhkan diri."

"Pelangi juga sudah tidak ada, ada apa dengan cahaya yang sudah mulai lelah dengan hujan, ada apa?", mungkin sudah terlalu banyak mata, mungkin juga sudah ada mata penggati Matahari, atau bisa jadi gelap menjadi yang terbaik. Pelangi tidak mungkin ada ketika tidak ada cahaya.

Temanku yang bernama Kecoak pernah berteriak di telinga, "Aku harus terus bergerak bahkan sesekali terbang, bila aku jatuh hingga terlentang, maka aku akan mati", lalu kecoak pun tidak pernah tidur? Tidak pernah lelah bahkan untuk sejenak merebahkan punggungnya.


Seandainya kamu bisa melihat, merasakan, dan mendengar apa yang aku lihat, dengar, dan rasakan. Ternyata aku bukan siapa-siapa, sama seperti Pohon, Ikan, Kecoak, Luka, dan Tawa.

Delapan Belas September 2012 *dalam kondisi paling sadar